Laman

Powered By Blogger

maanyan manuwu

maanyan suku paling maeh..

Sabtu, 27 November 2010

PENINGGALAN ARKEOLOGI DAYAK MAANYAN


KERAJAAN NAN SARUNAI,
242 SM-1362 M
Gua Batu Babi, tempat
ditemukannya fosil manusia
purba itu terletak tidak jauh
dari pusat Kerajaan Nan Sarunai
(Kerajaan Tanjung Puri) yang
terletak di Kahuripan (nama
purba kota Tanjung sekarang
ini). Namun, manusia purba
dimaksud bukanlah warga
negara Kerajaan Nan Sarunai,
karena Kerajaan Hindu ini
sendiri baru berdiri pada
242-226 SM.
Ihwal mengenai keberadaan
Kerajaan Nan Sarunai ini banyak
diceritakan dalam mitologi
Maanyan. Konon, wilayah
kekuasaannya terbentang luas
mulai dari daerah Tabalong
hingga ke daerah Pasir, dan
Tanah Gerogot sekarang ini.
Keberadaan mitologi Maanyan
yang menceritakan tentang
masa-masa keemasan Kerajaan
Nan Sarunai, tak pelak lagi
merupakan petunjuk pertama
bahwa Kerajaan Nan Sarunai
adalah kerajaan purba yang
dulunya mempersatukan etnis
Maanyan di daerah ini.
Salah satu peninggalan
arkeologis yang berasal dari
zaman ini adalah Candi Agung
yang terletak di pinggiran kota
Amuntai sekarang ini. Pada
tahun 1996, telah dilakukan
pengujian C-14 terhadap sampel
arang Candi Agung yang
menghasilkan angka tahun
dengan kisaran 242-226 SM
(Kusmartono dan Widianto,
1998:19-20).
Menilik dari angka tahun
dimaksud maka Kerajaan Nan
Sarunai usianya lebih tua 600
tahun dibandingkan dengan
Kerajaan Kutai Martapura yang
terletak tidak jauh dari
Kahuripan, yakni di daerah
Muara Kaman, Kabupaten Kutai
Kartanegara, Kaltim.
Menurut salah satu prasasti
Yupa yang ditemukan di situs
Muara Kaman, Kerajaan Kutai
Martapura baru ada pada tahun
400 M.
Kerajaan Kutai Martapura
merupakan kerajaan besar yang
rakyatnya hidup makmur,
terutama sekali pada masa
pemerintahan Raja
Mulawarman.
Tahun 400 M, Raja Mulawarman
diberitakan telah memberikan
hadiah berupa emas dan sapi
dalam jumlah begitu banyak
kepada para Brahmana.
Di mana di dalam salah satu
prasasti Yupa disebutkan
jumlah sapi yang
dipersembahkan Raja
Mulawarman ada sebanyak
20.000 ribu ekor.
Sungguhpun letaknya saling
berdekatan, namun Kerajaan
Nan Sarunai sama sekali tidak
tersentuh oleh kekuasaan
Kerajaan Kutai Martapura.
Pada masa-masa kejayaan
Kerajaan Nan Sarunai inilah suku
bangsa Melayu warga negara
Kerajaan Sriwijaya melakukan
migrasi massal ke Pulau
Kalimantan (1025-1026).
Mereka diterima dengan baik
sebagai tamu yang sedang
mencari suaka politik. Kerajaan
Sriwijaya ketika itu porak
poranda akibat diserbu bala
tentara Cola Mandala (India).
Bukan tanpa alasan jika suku
bangsa Melayu warga negara
Kerajaan Sriwijaya itu memilih
Kerajaan Nan Sarunai sebagai
tempat tujuan migrasinya.
Menurut Babe Kuden dalam
tulisannya berjudul Pangeran
Samudra Dari Dayak Maanyan?
(SKH Banjarmasin Post (Rabu,
21 September 2005, hal 20),
Lokasi yang menjadi pusat
pemerintahan Kerajaan Nan
Sarunai pada mulanya bernama
Lili Kumeah. Lili Kumeah
didirikan oleh Datu Sialing dan
Damung Gamiluk Langit. Mereka
berdua memimpin sekelompok
anggota masyarakat etnis
Maanyan mencari tempat
pemukiman baru yang lebih
menjanjikan sebagai tempat
penghidupan.
Konon, semua anggota
kelompok masyarakat etnis
Maanyan pada mulanya tinggal
di satu tempat pemukiman
yang sama, yakni Pupur
Purumatung. Pupur Purumatung
adalah tempat pemukiman
terakhir yang didiami bersama
oleh nenek moyang etnis
Maanyan. Setelah itu, setiap
kepala keluarga etnis Maanyan
memimpin anggota keluarganya
masing-masing mengembara
mencari tempat pemukiman
baru yang lebih baik.
Masih menurut Babe Kuden,
sebelum tinggal di Purumatung,
nenek moyang etnis Maanyan
tinggal di Margoni, sebuah
tempat pemukiman yang selalu
diliputi awan (simbol negeri
khayangan atau setidak-
tidaknya simbol negeri yang
berada di atas gunung).
Setelah cukup lama tinggal di
Margoni, etnis Maanyan
kemudian berturut-turut pindah
ke Sinobala, Lalung Kawung,
Lalung Nyawung, Sidamatung,
Etuh Bariungan, dan terakhir di
Pupur Purumatung. Tujuh tahun
setelah tinggal bersama di
Pupur Purumatung, sejumlah
kepala keluarga nenek moyang
etnis Maanyan memutuskan
untuk membawa anggota
keluarganya masing-masing
mengembara mencari tempat
pemukiman yang baru. Hanya
keluarga Datu Gilangan Langit
yang memilih tetap tinggal di
Pupur Purumatung.
Lama kelamaan, Lili Kumeah
berkembang menjadi tempat
pemukiman yang ramai.
Pelabuhan Teluk Sarunai
menjadi tempat persinggahan
yang ramai bagi perahu dagang
yang datang dari berbagai
penjuru negeri. Selanjutnya, Lili
Kumeah semakin berkembang,
hingga akhirnya menjadi pusat
pemerintahan Kerajaan Nan
Sarunai yang gilang gemilang.
Pada masa-masa kejayaan
Kerajaan Nan Sarunai inilah suku
bangsa Melayu warga negara
Kerajaan Sriwijaya melakukan
migrasi massal ke Pulau
Kalimantan (1025-1026).
Mereka diterima dengan baik
sebagai tamu yang sedang
mencari suaka politik. Kerajaan
Sriwijaya ketika itu porak
poranda akibat diserbu bala
tentara Cola Mandala (India).
Bukan tanpa alasan jika suku
bangsa Melayu warga negara
Kerajaan Sriwijaya itu memilih
Kerajaan Nan Sarunai sebagai
tempat tujuan migrasinya.
Kerajaan Nan Sarunai ketika itu
sudah menjadi negara yang
kaya raya yang rakyatnya
hidup makmur tiada kurang
suatu apa. Tempat yang ideal
untuk mencari penghidupan
baru ketika itu.
Namun, akibat kekayaannya
yang melimpah ruah itu pula,
maka banyak kerajaan lain yang
ada di sekitarnya tergiur untuk
menyerbunya dan
menjadikannya sebagai negara
jajahannya. Pada tahun 1355,
Raja Hayam Wuruk
memerintahkan Empu Jatmika
untuk memimpin armada
pasukan perang Kerajaan
Majapahit menyerbu ke
Kerajaan Nan Sarunai.
Setelah terlibat pertempuran
sengit yang banyak
menimbulkan korban di ke dua
belah pihak, maka pada tahun
1355 itu juga pasukan perang
Empu Jatmika berhasil
menaklukan Kerajaan Nan
Sarunai dan menjadikannya
sebagai bagian dari Kerajaan
Majapahit.
Peristiwa penaklukan Kerajaan
Nan Sarunai oleh Empu Jatmika
pada tahun 1355 ini banyak
diabadikan oleh para seniman
lokal dalam tutur wadian
gubahan mereka. Para seniman
lokal itu meratapinya sebagai
peristiwa usak Jawa
(penyerangan Kerajaan Jawa)
yang sangat memilukan hati.
Wadian adalah sejenis puisi
ratapan (eligi) yang dilisankan
dalam bahasa Maanyan.
Keberadaan wadian berbahasa
Maanyan di atas, tak pelak lagi
merupakan petunjuk ke dua
bahwa Kerajaan Nan Sarunai
adalah kerajaan purba yang
dulunya mempersatukan etnis
Maanyan di daerah ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar